Client Komplain ??? Wajar dunkx !


Mungkin selain mendapatkan sebuah project/klien salah satu tugas berat seorang Account Executive adalah
"How to Maintenance Our Client"
Dengan begitu banyaknya project yang masuk, berarti bertambah pula tugas seorang AE untuk menjaga ritme pekerjaan yang sedang ditangani, agar semua dapat terkendali, dan dapat setor ke klien dengan tenang, karena si klient menerima hasil kerja kita dengan senang.
Bagaimana jika hasil yang muncul sebaliknya ?


Si klient pasti akan melancarkan jurus andalan "Jurus Cacian Seribu", karena merasa amanah yang telah mereka titipkan kepada kita di"khianati". Hasil pekerjaan kita bukannya membantu meringankan beban klien, malah menambah "Bobot"nya.
Contoh kasus;
Kantor ku dapet klient baru untuk cetak organizer, niat saya ingin memberikan pengalaman baru pada team, jadi ini klien saya serahkan team saya yang notabene memang tergolong baru untuk project yang bersifat merchandise.
Walhasil, selama beberapa hari (proses cepat) terjadilah deal harga dengan spesifikasi yang disetujui bersama (yang ternyata beda persepsi).
Benarlah, setelah dicek ke produksi ternyata kita salah harga, sedangkan klien sudah "koar-koar" ke pimpinannya dengan membawa contoh dan harga yang sebenarnya tidak sesuai.
Kami akhirnya memutuskan mundur dengan syarat, akan menawarkan harga baru sesuai spec yang klien inginkan.
Tanpa pikir panjang dan atas nama "kredibilitas personal" client membabi buta KOMPLAIN ke kita. Yang mengatakan ini itu , yang intinya kita bekerja tidak secara profesional. dan sampai sekarang kasus ini terselesaikan dengan perlahan, alias si klien hilang berikut project nya.
Lain halnya:
Semalam kita harus fighting memenuhi order dari klien (yang sudah loyal dengan kita) dengan berbagai cara, bagaimanapun kondisinya order ini harus kami selesaikan malam ini. Karena si klien sebagai kontak kita sudah menjamin ke "para Bos besar" bahwa order dapat diselesaikan malam ini.
Sampai lokasi bukan salam hangat yang saya dapat, malah "omelan" dan kekesalan karena kami terlambat memenuhi order. Selama beberapa jam suasana dingin dan kaku ada. Setelah kami menyelesaikan pekerjaan, dan para BOS besar sudah memberikan tanda "Senyum dan anggukan" . Kami akhirnya bisa ngobrol enak. saya ceritakan kejadian kejadian yang menggangu proses pengerjaan order, dan si client pun minta maaf karena telah bersikap kasar, meskipun pada dasarnya kamilah yang salah dalam posisi ini.
Setelah suasana cair, Si Bos besar malah menawari kami untuk menghandle project besar lainnya, yang tentu saja tanggung jawabnya juga semakin besar.
Hikmahnya, tidak semua klien yang komplain itu marah pada kita, bisa jadi mereka tertekan oleh keadaan, situasi kerja, permintaan atasan dll.
So, tetap tersenyum dan sabar meskipun klien sedang mengkomplain kita. Bagaimanapun kondisinya "klien juga manusia", yang menjadi kepanjangan tangan dari "kepentingan-kepentingan yang lebih besar" lagi diatasnya.
"Jangan mengiklankan merek Anda, tapi hidupkan" - Phillip Kotler

Lanjut?

"Bisnis" bareng "Nurani" ! Sumpah, pengen banget !!!



Saya sempet berpikir, bagaimana sebuah konsep komunikasi dapat diterima dengan baik oleh klien dan juga oleh orang-orang disekitar yang dapat merasakan keberadaan acara yang kami usung.

Jadi tidak hanya sekedar Billing atau Margin yang kami kejar, tapi juga kepuasan batin.
Dimana tidak hanya siklien yang senang, tapi juga orang-orang lain yang ber"dempetan" langsung dengan produk/jasa yang sedang kami komunikasikan.


Memang saat ini sulit sekali mengaplikasinya, mungkin karena :
1. Klien punya Bisnis Objective nya sendiri yang harus segera diaplikasikan
2. Kamipun begitu ...
3. Masyarakat umum pun punya keinginan sendiri, yang menurut mereka sudah "ideal".
meskipun terkadang ketiganya tidak bisa berjalan dalam satu jembatan.

Gesekan-gesekan kepentingan yang membuat kami sering kali harus "melindungi" kepentingan klien, faktanya mereka yang "membayar" kami. Dan kami hidup dari itu.

Sekilas event kami (09-02-2008) mungkin bisa jadi cerminan. 
Kapan bisnis bisa sejalan dengan hati nurani, dengan rasa welas asih, dengan hal hal yang bersifat sosial dan "iming-iming" demi kebaikan orang banyak.

Tentu saja tanpa melupakan, yang namanya bisnis harus "MARGIN" dari sisi perusahaan kami.

Tanggal 09 Februari 2008
Launching perumahan baru (KNV) yang notabene untuk memperbaiki kualitas hidup para pengungsi korban lapindo (niat dari si klien) ternyata tidak bisa sejalan dengan keinginan para demonstran yang menuntut "keadilan" (menurut mereka).

Para demontrans marah :
1. menganggap acara ini, adalah  salah satu cara (MLJ) lari dari tanggung jawab.
2. menganggap acara ini, adalah salah satu cara mengadu domba "korban lapindo"
3. menganggap acara ini, memnag "TIDAK LAYAK" untuk diadakan.

Sedangkan kami berdiri diantara dua kepentingan yang sudah jelas jelas bertolak belakang.
meskipun dari sisi kami lebih menguntungkan kalo lebih memprioritaskan kepentingan klien.

Apa boleh buat ...kami "dibayar" oleh siklien dan bukan oleh orang-orang itu, jadi kami wajib "melindungi" kepentingan klien.

Saya gak bisa memaksakan "1 keinginan" yang bersifat personal, dengan mengorbankan kepentingan team. Meskipun dari awal berjalan, saya sudah tidak bisa menerima cara si klien dalam berbisnis.

Kembali lagi ... Apa boleh buat ...kami "dibayar" oleh siklien dan bukan oleh orang-orang itu. Meskipun dengan analisa wajar, kami bisa menemukan "kebenaran" meski sangat kecil kemungkinannya untuk di munculkan.

Pertanyan saya, kalaupun ada tingkatanya, sudah sampai mana tingkat profesionalisme yang saya/kami/perusahaan terapkan ???

"Jangan mengiklankan merek Anda, tapi hidupkan" - Phillip Kotler

Lanjut?