"Bisnis" bareng "Nurani" ! Sumpah, pengen banget !!!



Saya sempet berpikir, bagaimana sebuah konsep komunikasi dapat diterima dengan baik oleh klien dan juga oleh orang-orang disekitar yang dapat merasakan keberadaan acara yang kami usung.

Jadi tidak hanya sekedar Billing atau Margin yang kami kejar, tapi juga kepuasan batin.
Dimana tidak hanya siklien yang senang, tapi juga orang-orang lain yang ber"dempetan" langsung dengan produk/jasa yang sedang kami komunikasikan.


Memang saat ini sulit sekali mengaplikasinya, mungkin karena :
1. Klien punya Bisnis Objective nya sendiri yang harus segera diaplikasikan
2. Kamipun begitu ...
3. Masyarakat umum pun punya keinginan sendiri, yang menurut mereka sudah "ideal".
meskipun terkadang ketiganya tidak bisa berjalan dalam satu jembatan.

Gesekan-gesekan kepentingan yang membuat kami sering kali harus "melindungi" kepentingan klien, faktanya mereka yang "membayar" kami. Dan kami hidup dari itu.

Sekilas event kami (09-02-2008) mungkin bisa jadi cerminan. 
Kapan bisnis bisa sejalan dengan hati nurani, dengan rasa welas asih, dengan hal hal yang bersifat sosial dan "iming-iming" demi kebaikan orang banyak.

Tentu saja tanpa melupakan, yang namanya bisnis harus "MARGIN" dari sisi perusahaan kami.

Tanggal 09 Februari 2008
Launching perumahan baru (KNV) yang notabene untuk memperbaiki kualitas hidup para pengungsi korban lapindo (niat dari si klien) ternyata tidak bisa sejalan dengan keinginan para demonstran yang menuntut "keadilan" (menurut mereka).

Para demontrans marah :
1. menganggap acara ini, adalah  salah satu cara (MLJ) lari dari tanggung jawab.
2. menganggap acara ini, adalah salah satu cara mengadu domba "korban lapindo"
3. menganggap acara ini, memnag "TIDAK LAYAK" untuk diadakan.

Sedangkan kami berdiri diantara dua kepentingan yang sudah jelas jelas bertolak belakang.
meskipun dari sisi kami lebih menguntungkan kalo lebih memprioritaskan kepentingan klien.

Apa boleh buat ...kami "dibayar" oleh siklien dan bukan oleh orang-orang itu, jadi kami wajib "melindungi" kepentingan klien.

Saya gak bisa memaksakan "1 keinginan" yang bersifat personal, dengan mengorbankan kepentingan team. Meskipun dari awal berjalan, saya sudah tidak bisa menerima cara si klien dalam berbisnis.

Kembali lagi ... Apa boleh buat ...kami "dibayar" oleh siklien dan bukan oleh orang-orang itu. Meskipun dengan analisa wajar, kami bisa menemukan "kebenaran" meski sangat kecil kemungkinannya untuk di munculkan.

Pertanyan saya, kalaupun ada tingkatanya, sudah sampai mana tingkat profesionalisme yang saya/kami/perusahaan terapkan ???

"Jangan mengiklankan merek Anda, tapi hidupkan" - Phillip Kotler

1 comment:

deterjen laundry said...

usaha laundry , bisnis laundry , deterjen laundry , waralaba laundry , franchise laundry , softener laundry , pewangi laundry